Arogansi

parta, belajar, sukses, arogansi
Pernahkah Anda menonton film 'Malaikat Tak Bersayap'? Jika belum, sebaiknya sempatkan diri untuk menontonnya. Ada banyak hikmah didalam film tersebut, itupun jika filmnya ditayangkan secara utuh. Dan entah mengapa selalu saja kalau nonton dibioskop ada adegan yang dipotong, film apapun itu (dan mengapa film Indonesia selalu saja berdurasi 90 menit, kenapa tidak mencoba 120 menit, 180 menit?). Memang tidak mengganggu alur cerita, akan tetapi, sebuah adegan ketika diambil oleh sutradara menurut saya adegan itu diambil sebagai salah satu rangkaian dari keutuhan sebuah cerita yang sengaja dibangun untuk menjaga jiwa/kekuatan dari film itu sehingga penonton memperoleh getarannya. Alangkah baiknya adegan itu tidak disensor/dipotong terlebih jika adegan itu tidak memuat unsur SARA, sex, dan negatif lainnya.

Malaikat tak bersayap memberikan sebuah pembelajaran arti hidup. Hidup terus berputar, sebuah rangkaian yang tak bisa kita elakkan, ia bergerak maju tak peduli kita diam ataupun terpuruk. Terus bergerak seiring perputaran waktu, dan waktu satu hal yang tidak bisa diputar kembali. Bergerak linier, ia tidak bisa diinterupsi, ditahan, ditolak, diabaikan, dan dinistakan. Karena Tuhan sendiri bersumpah 'demi waktu yang tak pernah ingkar janji.'

Kematian dan hidup, dua hal tersebut menjadi urat nadi cerita malaikat tak bersayap. Hidup yang berputar, kadangkala ada saat dimana kita diatas, dan ada saat kita dibawah. Menjadi hal yang lumrah ketika hidup kita dimaknai dan dijalani dengan tenang dan hidup itu menjadi tenang jika kita mempunyai pegangan hidup, iman dan rasa optimis. Iman dan optimis akan membuat kita tidak mudah tergoncang jika dihadapkan sebuah badai kehidupan. Hidup yang akan terus mengguncang, ketika hidup seakan tak ada jalan untuk bisa berpaling sejenak berhenti dan menarik nafas dalam. Maka iman dan optimis akan menjadi sebuah pegangan, dimana arti hidup sekarang sudah menjadi sedemikian konyolnya, benar dan salah sudah tidak mempunyai definisi yang absolut.

Saya tidak bisa mengutip dan meminjam teori dan menuliskan diartikel ini. Sebut saja para ahli yang saya ketahui Max Weber, Rene Descartes, Miriam Budiarjo, Inu Kencana, Taliziduhu Ndraha, Kartini Kartono, Dewantara, Aquinas, Socrates, Plato, Aristoteles, Osborn, Darwin dan sejuta ahli lainnya. Tapi satu hal yang memberkas dalam benak saya, bahwa cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada) yang dikemukakan oleh Rene Descartes memberikan makna yang padat ketika dia sendiri 'berhenti sejenak berpikir' dan ajal pun tiba menjemput tak bisa dihindarkan.

Kematian akan selalu menjadi sebuah tetesan air menghilangkan dahaga ditengah begitu besarnya kearogansian yang dimiliki manusia. Betapa hebat, kaya, berkuasa, tinggi, ganteng, pintar, cerdas, dan mapan sekalipun akan dihadapkan sebuah kata dan kejadian tanpa pandang bulu yakni kematian.

Comments

Popular posts from this blog

Tips memilih gelasan layangan.

Isi/makna lagu DOREMI