Harga Diri
Harga Diri (Definisi, alasan, akibat, dan tingkah laku)
Tingkah laku
sosial seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan tentang siapa dirinya. Namun,
tingkah laku sosial seseorang juga dipengaruhi oleh penilaian atau evaluasi
terhadap dirinya, baik secara positif atau negatif.
Penilaian atau
evaluasi secara positif atau negatif terhadap diri ini disebut harga diri.
Harga diri
menunjukkan keseluruhan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, baik positif
maupun negatif.
Menurut Voughan
dan Hogg (2002) alasan setiap orang menginginkan harga diri positif ada dua
sebagai berikut:
- Harga diri yang positif membuat orang merasa nyaman dengan dirinya di tengah kepastian akan kematian yang suatu saat akan dihadapinya.
- Harga diri yang positif membuat orang dapat mengatasi kecemasan, kesepian, dan penolakan sosial.
Pada umumnya,
orang menginginkan harga diri yang positif dan hal ini mendorong munculnya
gejala above-average effect, yaitu kecenderungan orang untuk menilai dirinya di
atas rata-rata pada berbagai aspek diri yang dianggap positif secara sosial.
Termotivasi untuk
memperoleh atau melihat diri yang positif, orang kemudian dapat mengalami bias
dalam menilai hasil yang diperolehnya.
Bias dalam
menilai hasil ini disebut self-serving bias, yaitu kecenderungan untuk menilai
hasil positif sebagai akibat dari faktor internal dan menilai hasil negatif
sebagai akibat dari faktor eksternal.
Dulu, harga diri
yang rendah dianggap sebagai akar dari berbagai penyakit sosial. Orang-orang
dengan harga diri yang rendah melakukan penyalahgunaan obat-obatan, memilik
prestasi sekolah yang buruk, mengalami depresi, dan melakukan tindakan
kekerasan.
Namun dari
serangkaian penelitian ditemukan bahwa harga diri yang tinggi tidak selalu
berpengaruh positif terhadap tingkah laku. Bullying (pelecehan), narsisme, dan
eksibisionisme sebagai contoh dari tingkah laku negatif yang dilakukan oleh
orang dengan harga diri yang tinggi.
Mengapa orang
dengan harga diri tinggi melakukan hal tersebut diatas? Harga diri tinggi
mencerminkan superioritas terhadap orang lain dan orang termotivasi untuk
mempertahankannya.
Sumber rangkuman:
Psikologi Sosial. 2009. Sarlito W. Sarwo dan Eko A. Meinarno. Salemba Humanika; Jakarta
Comments
Post a Comment
Silahkan meninggalkan komentar. Salam hangat dan Terima Kasih.