Tulisan Ngelantur di siang hari
Mengkaji diri dengan SWOT dalam tulis menulis didunia maya ternyata hasilnya sangat miris juga. Namun jadi mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang saya hadapi dalam tulis menulis. Setidaknya saat ini kegiatan menulis bagi saya salah satu cara meluapkan isi pikiran dan hati. Strength/kekuatan saya dalam menulis adalah saya bisa mengetik dengan 10 jari walaupun tidak super cepat, setidaknya saya tidak mencari-cari huruf yang akan saya ketikkan, lainnya adalah saya punya komputer, koneksi internet dan energi (listrik dan kondisi perut terisi). Weakness/kelemahan saya adalah, kekurangan fahaman akan EYD bahasa Indonesia, maklum saja, termasuk lemah dalam hal teori hapalan, dan kekurang cukupan dalam praktek, yakni tulis menulis dikertas maupun media lainnya, kelemahan lainnya adalah kekurangan informasi, pengetahuan dan wawasan pribadi akan berita-berita aktual maupun yang bernas, hal ini dipicu karena saya tidak ingin membebani otak dan pikiran saya dengan hal-hal sepele seperti urusan negara yang memang sudah ada yang menanganinya secara profesional dan komprehensif yakni pemerintah. Namun sayang nya pemerintah ternyata sama dengan saya menganggap masalah-masalah itu terlalu sepele, ya akhirnya saya yang nafsu dan esmosi sendiri karena saya ingin dong berpartisipasi dalam pembangunan bangsa walaupun dengan menyumbangkan kritik yang tak saya sertakan solusinya, ya kalaupun saya punya solusinya, tentu saja saya tidak akan bersusah payah menulis disini mengkritisi pemerintah bukan? Karena saya sedang duduk memangku jabatan sebagai pemegang kebijakan dan membaca tulisan para kritikus dikomputer saya di ruangan kantor yang sejuk, dan saya akan menggerutu sambil membaca tulisan para kritikus itu dengan kata-kata “Susah tau! jadi pemimpin itu”. Dan jika saya mendengar gerutuan itu saya akan membalasnya dengan kata-kata “Kenapa kamu berebut jadi pemimpin kalau tau menjadi pemimpin itu susah, ya mendingan bobo aja dirumah!, tau!”. Oh, maaf ternyata saya sedang berimajinasi. Opportunities/peluang tulis menulis didunia maya tentunya kalau bisa jago nulis bisa juga dikirim ke media elektronik yang memberikan upah, tentunya akan menjadi income bukan? Hanya saja karena saya masih jelek tulisan-tulisannya ya, jadinya masih konsumsi sendiri dan teman-teman yang membacanya saja. Treath/ancamannya adalah jelas, membuat mata kisut, burem karena memandangi monitor, rambut saya rontok, selain itu bisa bengkak tagihan listrik dan perhatian berkurang terhadap keluarga karena keranjingan menulis.
Baiklah, paragraf pembukanya sudah beres dan lumayan panjang serta kelihatan menarik dibaca dan bikin penasaran pembaca, sekarang saatnya saya membuat isi tulisan yang ngawur............ ha ha ha... gak ding. Saya akan menuliskan tentang Nasionalisme yang semakin terbatas didalam sosial kemasyarakatan tanah air saat ini.
Konflik yang semakin berkembang dimasyarakat akhir-akhir ini menjadi perhatian saya, karena konflik-konflik yang timbul tenggelam ternyata ada yang tuntas diredam/diselesaikan dan ada juga konflik yang tidak sama sekali tuntas dan terkatung-katung. Salah satu contohnya yang membuat saya terkagum-kagum adalah ketika para wakil rakyat melakukan kesalahan dan lain sebagainya yang menyakiti rakyatnya atas kegagalan menuntaskan konflik, rakyat dengan legowo mau memaafkan serta melupakan, jadilah kita ini bangsa yang sangat pemaaf dan pelupa, karena banyaknya konflik/masalah yang tak pernah tuntas dihabisi dengan munculnya banyak konflik/masalah yang sama dikemudian. Saya tidak skeptis tentunya dengan sikap pro aktif pemerintah serta para wakil rakyat dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada ditanah air, tentunya banyak yang mereka lakukan dan berhasil dilakukan, tak perlu saya sebutkan, karena pembaca budiman lebih mafhum dan faham akan berbagai keberhasilan pemerintah dalam mengatasi konflik/permasalahan negeri ini.
Namun jangan salah, gan; semakin kita menumpukkan permasalahan dibawah ketiak kita, maka suatu saat permasalahan tersebut akan mengemuka dengan sendirinya tanpa tahu kapan, dimana dan siapa yang pertama kali mengekspresikannya. Ya, semacam bom waktu, karena ketidak berhasilan mengatasi konflik akan melahirkan ketidak puasan dan ketidak senangan rakyat terhadap pemerintah, walaupun sebagian rakyat sudah memaafkan dan melupakannya, tapi tidak semuanya demikian, tentu dan pastinya bukan? Disini lah mari kita tengok bagaimana minim ya ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah yakni dengan sikap apathi terhadap pemilu, dengan besarnya persentase angka golongan putih alias abstain atau tidak menggunakan hak pilihnya atau kertas suara yang tidak sah. Jelas ini merupakan salah satu indikator ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahannya. Jika ditengok dilain sisi, besarnya tingkat suara putih ini juga merupakan salah satu indikator masyarakat semakin melek politik dengan Teori Pilihan Rasional yakni apa yang saya pilih lalu apa yang saya dapat? Pola pikir seperti ini banyak berkembang dinegara maju. Tentu kita di sini boleh senang dong dengan pola pikir seperti itu. Asalkan jangan pernah menggiring orang lain untuk menjadi golput silahkan saja. Dan saya sendiri dengan tulisan ini tidak ingin membuat anda golput nanti. Karena sayang sekali pemilu itu menggunakan anggaran yang begitu besarnya, bahkan boleh dikatakan dengan anggaran pemilu nasional sudah bisa membangun jalan berkilo-kilometer jauhnya.
Lalu bagaimana dengan sikap nasionalisme bangsa kita dengan sikap pelupa dan pemaafnya itu. Tentu saja akan semakin terbatas, karena setiap konflik/permasalahan yang ada dan tidak dituntaskan secara menyeluruh akan menyinggung tatanan kehidupan yang lainnya, semisal tatanan perekonomian, dimana jika timbul kembali konflik/permasalahan yang sama akan mengakibatkan investor asing menarik kembali modalnya dan tentu saja akan merugikan bangsa kita bukan? Dan tentu saja banyak lagi dampak-dampak lainnya yang akan merusak walaupun tidak terasa secara signifikan. Karena yang rakyat inginkan adalah kesejahteraan, hidup dengan damai dan sentosa, makmur serta berkecukupan memperoleh pendidikan dan dilindungi oleh negara.
Kesimpulannya adalah, tuntaskan segala macam konflik/permasalahan yang ada dinegeri ini, jangan pernah menunda-nunda permasalahan atau mempeti-eskan permasalahan karena akan membuat bangsa yang besar ini menjadi terpecah belah kemudian karena bermunculannya kalangan yang sakit hati/tidak puas.
Mohon maaf, saya sudah melantur.
Baiklah, paragraf pembukanya sudah beres dan lumayan panjang serta kelihatan menarik dibaca dan bikin penasaran pembaca, sekarang saatnya saya membuat isi tulisan yang ngawur............ ha ha ha... gak ding. Saya akan menuliskan tentang Nasionalisme yang semakin terbatas didalam sosial kemasyarakatan tanah air saat ini.
Konflik yang semakin berkembang dimasyarakat akhir-akhir ini menjadi perhatian saya, karena konflik-konflik yang timbul tenggelam ternyata ada yang tuntas diredam/diselesaikan dan ada juga konflik yang tidak sama sekali tuntas dan terkatung-katung. Salah satu contohnya yang membuat saya terkagum-kagum adalah ketika para wakil rakyat melakukan kesalahan dan lain sebagainya yang menyakiti rakyatnya atas kegagalan menuntaskan konflik, rakyat dengan legowo mau memaafkan serta melupakan, jadilah kita ini bangsa yang sangat pemaaf dan pelupa, karena banyaknya konflik/masalah yang tak pernah tuntas dihabisi dengan munculnya banyak konflik/masalah yang sama dikemudian. Saya tidak skeptis tentunya dengan sikap pro aktif pemerintah serta para wakil rakyat dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada ditanah air, tentunya banyak yang mereka lakukan dan berhasil dilakukan, tak perlu saya sebutkan, karena pembaca budiman lebih mafhum dan faham akan berbagai keberhasilan pemerintah dalam mengatasi konflik/permasalahan negeri ini.
Namun jangan salah, gan; semakin kita menumpukkan permasalahan dibawah ketiak kita, maka suatu saat permasalahan tersebut akan mengemuka dengan sendirinya tanpa tahu kapan, dimana dan siapa yang pertama kali mengekspresikannya. Ya, semacam bom waktu, karena ketidak berhasilan mengatasi konflik akan melahirkan ketidak puasan dan ketidak senangan rakyat terhadap pemerintah, walaupun sebagian rakyat sudah memaafkan dan melupakannya, tapi tidak semuanya demikian, tentu dan pastinya bukan? Disini lah mari kita tengok bagaimana minim ya ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah yakni dengan sikap apathi terhadap pemilu, dengan besarnya persentase angka golongan putih alias abstain atau tidak menggunakan hak pilihnya atau kertas suara yang tidak sah. Jelas ini merupakan salah satu indikator ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahannya. Jika ditengok dilain sisi, besarnya tingkat suara putih ini juga merupakan salah satu indikator masyarakat semakin melek politik dengan Teori Pilihan Rasional yakni apa yang saya pilih lalu apa yang saya dapat? Pola pikir seperti ini banyak berkembang dinegara maju. Tentu kita di sini boleh senang dong dengan pola pikir seperti itu. Asalkan jangan pernah menggiring orang lain untuk menjadi golput silahkan saja. Dan saya sendiri dengan tulisan ini tidak ingin membuat anda golput nanti. Karena sayang sekali pemilu itu menggunakan anggaran yang begitu besarnya, bahkan boleh dikatakan dengan anggaran pemilu nasional sudah bisa membangun jalan berkilo-kilometer jauhnya.
Lalu bagaimana dengan sikap nasionalisme bangsa kita dengan sikap pelupa dan pemaafnya itu. Tentu saja akan semakin terbatas, karena setiap konflik/permasalahan yang ada dan tidak dituntaskan secara menyeluruh akan menyinggung tatanan kehidupan yang lainnya, semisal tatanan perekonomian, dimana jika timbul kembali konflik/permasalahan yang sama akan mengakibatkan investor asing menarik kembali modalnya dan tentu saja akan merugikan bangsa kita bukan? Dan tentu saja banyak lagi dampak-dampak lainnya yang akan merusak walaupun tidak terasa secara signifikan. Karena yang rakyat inginkan adalah kesejahteraan, hidup dengan damai dan sentosa, makmur serta berkecukupan memperoleh pendidikan dan dilindungi oleh negara.
Kesimpulannya adalah, tuntaskan segala macam konflik/permasalahan yang ada dinegeri ini, jangan pernah menunda-nunda permasalahan atau mempeti-eskan permasalahan karena akan membuat bangsa yang besar ini menjadi terpecah belah kemudian karena bermunculannya kalangan yang sakit hati/tidak puas.
Mohon maaf, saya sudah melantur.
Comments
Post a Comment
Silahkan meninggalkan komentar. Salam hangat dan Terima Kasih.